Friday, November 24, 2006

Khatimah Thariqah 'Alawiyyah

Khatimah
Sekilas Tentang Thariqah Alawiyyah
Dalam kitab Al-Maslakul-Qorib Likulli Salik Munib, karya Al-Habib Tohir bin Husein bin Thohir ada keterangan sebagai berikut;
“Thariqah Alawiyyah adalah meneguhkan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yakni aqidahnya para Salaful Ummah Ash-Shalihun yaitu para sahabat,tabi’in,tabi’it-tabi’in dan para pengikut mereka seterusnya dalam kebaikan, mengetahui hukum-hukum ‘ainiyah artinya kewajiban-kewajiban yang bersifat perorangan, mengikuti atsar-atsar nabawiyah yang memberitakan tentang perilaku-perilaku Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berpegangan serta menjalani adab-adab Syar’iyah. Thariqah ini menerapkan apa-apa yang terpuji dalam ucapan dan perbuatan, karena menghindari hal-hal yang hanya bersifat rasional dan kebiasaan. Oleh karenanya bagi para penempuh thariqah ini, sebaiknya mengambil ilmu terlebih dahulu yang disertai dengan ketaqwaan, menjauhi hawa nafsu, shihhatul-iqtida’ (benar-benar dalam mengikuti), teliti mengikuti ijma’ dan berhati-hati dalam hal-hal yang diperselisihkan dengan mengambil yang terbaik. dia adalah thariqah utama dan metode yang telah ditempuh oleh para Sayyid dari keluarga dan keturunan Ba’Alawy, dari generasi ke generasi sampai kepada moyang mereka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Mu’asis atau orang yang dianggap sebagai perintis Thariqah Alawiyyah ini adalah Al-Imamul-A’dhom Al-Faqihul-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, yang lahir di kota Tariim, Yaman Selatan pada tahun 574 H, dan wafat pada tahun 653 H.
Dalam usia yang relatif muda, beliau telah hafal Al-Qur’an. Predikat yang disandangkan kepada beliau, yakni “Al-Imamul-A’dhom” dan “Al-Faqihul-Muqoddam”, adalah suatu bentuk pengakuan dari masyarakat banyak terhadap kebesaran pribadinya, keteladanan perilakunya serta kedalam ilmu agamanya.
Penulis kitab Al-Masyra’ur-Rawy, Al-‘Allamah Al-Habib Muhammad bin Abi Bakr Asy-Syali Ba-‘Alawy, menjelaskan bahwa Al-Faqihul-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba-‘Alawy adalah maha guru dalam bidang syari’ah secara mutlak dan imamnya para ahli hakikat secara ittifaq (kesepakatan pengakuan banyak ulama).
Di bagian lain dalam kitab tersebut juga disebutkan bahwa beliau secara ijma’ diakui sebagai guru ahli syari’ah dan thariqah serta pembawa panji rombongan ahli hakikat. Seorang ulama besar, Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri menyatakan : “barang siapa terkumpul pada dirinya dua sifat dari sifat-sifat berikut ini, maka tidaklah seorangpun pada zamannya yang dapat mengunggulinya, yaitu; Asy-Syarif As-Sunny (seorang keturunan Nabi yang Ahli sunnah), Al-Faqih Ash-Shufy (seorang ahli fiqh lagi ahli Tasawuf), Al-‘Alim Az-Zahid (seorang yang berilmu lagi ahli zuhud), Al-Ghony Al Mutawadli’ (seorang kaya lagi rendah hati), dan Al-Faqir Asy-Syakir (seorang faqir yang bisa bersyukur).” Dan pada diri Al-Faqihul-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba-‘Alawy terkumpul sifat-sifat tersebut.
Sedang nama “Alawiyyah” untuk thariqah ini, ada perbedaan pendapat tentang nisbat Alawiyyah itu kepada siapa. Dalam kitab Tarikh at-Thuruq ash-Shufiyah dijelaskan bahwa nisbat Alawiyyah ini kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib, dan di bagian lain dari kitab tersebut juga dijelaskan bahwa nisbat itu kepada Al-Imam Al-Kabir Muhammad bin Ali yang terkenal dengan Ba-‘Alawy Al-Ja’fary. Sementara di kalangan para Haba’ib dzurriyatur-Rasul (keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), yang merupakan pembawa panji-panji dan penerus thariqah ini, dinyatakan bahwa nisbat Alawiyyah adalah kepada Alawy bin Ubaidillah bin Ahmad bin ‘Isa Al-Muhajir. Dan pendapat terakhir inilah yang paling bisa dipegangi, karena sumber informasinya adalah orang-orang yang bisa dipertanggung-jawabkan keterangannya berkaitan dengan Thariqah Alawiyyah ini.
Sanad Thariqah Alawiyyah
Thariqah Alawiyyah yang lazim dikenal sebagai thariqahnya Ahli Baitin-Nabi ini, tentu sanadnya dapat dipegang Kemuttashilannya sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sebagai thariqah yang sering dikatakan “induk” dari thariqah-thariqah lainnya, maka kemu’tabarrahannya tidak perlu diragukan lagi.
Thariqah yang dirintis oleh Sayyidina Al-Faqihul_Muqoddam Muhammad bin Ali Ba-‘Alawy ini mempunyai 2 (dua) jalur sanad;
  1. Jalur A-ba’ wal Judud (ayah dan kakek keatas).
  2. Jalur Syuyukh (para guru)

Adapun dari jalur A-ba’ wal Judud, Al-Faqihul-Muqoddam menerima dari ayahandanya, Sayyid Ali, yang menerima dari ayahandanya Sayyid Muhammad Shahibur-Ribath dan seterusnya sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sedangkan dari jalur Syuyukh, Al-Faqihul-Muqoddam mengambil dari 2 (dua) orang gurunya, yakni Sayyid Abdullah Sholeh bin Ali Al-Maghrabi dan Sayyid Abdurrahman Al-Miqdad bin Muhammad Al-Hadlrami, yang keduanya mengambil dari Al-Imam Syaikhul-Islam Syu’aib bin Al-Husein yang lebih dikenal dengan “Abu Madyan Al-Maghrabi” dan seterusnya sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Jibril ‘alaihissalam dan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Barang siapa yang ingin lebih lanjut menela’ah pada Rijal Silsilah adz-Dzahab thariqah ini, silahkan membaca Khotimah kitab Asasul Islam. Dan barang siapa ingin mengetahui manaqib meraka, silahkan membaca kitab Kanzul-Barahin dan kitab Al-Masyra’ur-Rawy.

Talqin Dzikir dan Aurad Thariqah Alawiyyah

Sebagaimana dalam thariqah-thariqah yang lainnya, dalam pengambilan dzikir Thariqah Alawiyyah juga menerapkan talqin dzikir, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Al-Habib Thohir bin Husein bin Thohir dalam kitabnya Al-Maslakul-Qorib likulli Salik Munib :
“ mereka (para Sa’dah Alawiyyah) memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah dengan segala bentuk qurbah (pendekatan), dan mereka berucap (berdzikir) dengan melalui akhdzul-‘ahd wat-talqin (pengambilan perjanjian dan pendiktean), berpakaian khirqoh, memasuki khalwat, riyadlah, mujahadah, dan mengikat persahabatan.”
(keterangan:Rangkaian kegiatan ini untuk seseorang yang diangkat sebagai Imam atau Mursyid dalam Thariqah Alawiyyah. Berpakaian khirqoh disini maksudnya adalah pemberian pakaian khusus sebagai suatu bentuk penobatan orang tersebut sebagai Imam).

Adapun bentuk talqin dzikir untuk orang-orang (awam) yang akan memasuki Thariqah Alawiyyah, adalah seperti digambarkan sekilas dalam kitab Al-Masyra’ur-Rawy sebagai berikut;
“adalah Syams Asy-Syumusi Syaikh Abdullah Al-‘Aeydrus apabila mengajarkan thariqahnya, maka beliau perintahkan kepada muridnya agar bertaubat dan beristighfar kemudian diberi talqin zikir”.

Talqin dzikir Thariqah Alawiyyah antara satu Imam dengan Imam lainnya menerapkan cara yang berbeda, namun dalam hal-hal yang prinsip tentu tidak ada perbedaan di antara mereka.

Sedangkan mengenai aurad (wirid-wirid) dalam Thariqah Alawiyyah, ada perbedaan dengan thariqah-thariqah lainnya, yakni kalau dalam thariqah lainnya ada ketentuan jumlah dan waktu pelaksanaannya, sedangkan dalam Thariqah Alawiyyah hal tersebut tidak ada. Namun bukan berarti bahwa dalam Thariqah Alawiyyah tidak ada bacaan yang dilakukan secara istiqomah, hanya saja ketentuan jumlah aurad dan waktu pelaksanaannya sepenuhnya tergantung kepada petunjuk dan arahan dari Syaikhnya. Karena dialah yang lebih tahu batas kemampuan para murid asuhannya, dimana antara murid yang satu tentu mempunyai batas kemampuan yang berbeda dengan murid yang lainnya.

Akhirul Kalam

Al-Habib Anis bin Alwy bin Ali Al-Habsyi (Solo, Jawa Tengah) ketika diminta pendapatnya mengenai Thariqah Alawiyyah ini menjelaskan bahwa Thariqah Alawiyyah adalah Thariqotul Qur’an was-sunnah wa Ijma’il Ulama. Dan dalam thariqah ini ada 4 (empat) hal yang ditekankan, yaitu;

  1. ‘Amalun kholashun ‘anisy-syawa-ib (perbuatan bersih dari hal-hal yang tercela)
  2. ‘Ilmun (pentingnya mencari dan beramal dengan ilmu)
  3. Akhlaqun (perilaku sehari-hari yang terpuji)
  4. Katsrotul-aurad (banyak melakukan dzikir untuk taqorrub kepada Allah)

Beliau juga menegaskan bahwa Thariqah Alawiyyah adalah “Dhohiruha Ghazaliyah wa Bathinuha Syadzaliyah.” Artinya, secara lahiriyah adalah menerapkan ajaran-ajaran Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali, yang begitu ketat di dalam masalah-masalah syari’at, secara batiniahnya menerapkan ajaran-ajaran Al-Imam Abul Hasan Asy-Syadzali, seperti Syiddatul-Iftiqor (hati senantiasa merasa sangat butuh kepada Allah), Syuhudul-Minnah (hati senantiasa menyaksikan datangnya anugerah Allah setiap saat), Ru’yatut-Taqshir Ma’at Tasymir (hati senantiasa merasa tidak mampu melaksanakan kewajiban dari Allah dengan baik dan berusaha sungguh-sungguh untuk meningkatkannya), Al-Inkisar (hati senantiasa meratapi perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan sambil senantiasa mengharap rahmat Allah SWT semata) dan sebagainya.

Itulah sekilas tentang Thariqah Alawiyyah, namun ada informasi yang perlu disampaikan bahwa pada Hari Kamis,16 Ramadhan 1423 H / 21 November 2002, telah dinobatkan oleh Rais ‘Am Jam’iyah Ahli Al Thariqah Al Mu’tabarah An-Nahdliyah yakni Al-Habib Muhammad Lutfi bin Ali Bin Yahya (pekalongan,Jawa Tengah), seorang Imam Thariqah Alawiyyah ini, yaitu Al-Imam Al-Habib Muhamad Effendi bin Hasan Baderi bin Hasyim bin Mustofa bin Sultan Syarif Ali bin Abdurrahman Al-‘Aeydrus yang berdomisili di Yogyakarta. Mengenai kaifiah atau tata cara pengamalan Thariqah Alawiyyah maupun sanad keimaman/kemursyidan dari beliau, dapat menghubungi ke Alamat beliau : Jl.Karang Sari Gg.Kemuning RT.15/RW.5 Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta

Dikutip dari buku “Mengenal Thariqah – Panduan Pemula Mengenal Jalan Menuju Allah” oleh Team Penulis Panitia Muktamar ke-10 Jam’iyah Ahli Al Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah 1426 H/2005 M

No comments: